Selasa, Mei 13, 2014

MENJADI ANAK IDAMAN

Maz 127:1-5
Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda (ay 5)
('kisah ini' disadur utuh dari akun Fb Purnia Dewi) 
Setiap orang tua sangat perduli kepada anak-anaknya dan kebutuhannya. Bahkan sebelum anak-anak minta orang tua sudah mengerti kebutuhan mereka. Orang tua manakah yang tidask bahagia melihat anak-anaknya bahagia? Dan orang tua manakah yang tidak gelisah jika melihat anak-anaknya gagal dan sakit.  Namun banyak anak-anak tidak pernah memahami bahwa orang tua pun membutuhkan empati dan keperdulian anak-anaknya. Kisah dibawah ini dapat menjadi ganmbaran bagi kita untuk mengkaji ulang sikap kita kepada orang tua. (disadur utuh dari akun Fb Purnia Dewi) Seorang pemuda duduk di hadapan laptopnya. Login facebook.
Pertama kali yang dicek adalah inbox. Hari ini dia melihat sesuatu yang tidak pernah dia pedulikan selama ini. Ada 2 dua pesan yang selama ini ia abaikan. Pesan pertama, spam. Pesan kedua…..dia membukanya. Ternyata ada sebuah pesan beberapa bulan yang lalu, dari bapaknya Diapun mulai membaca isinya:
“Hai anakku...., ini kali pertama Bapak mencoba menggunakan facebook. Bapak mencoba menambah kamu sebagai teman sekalipun Bapak tidak terlalu paham dengan itu. Lalu bapak mencoba mengirim pesan ini kepadamu. Maaf, Bapak tidak pandai mengetik. Ini pun kawan Bapak yang mengajarkan. Bapak hanya sekedar ingin mengenang. Bacalah!
Saat kamu kecil dulu, Bapak masih ingat pertama kali kamu bisa ngomong. Kamu asyik memanggil: “Bapak, Bapak, Bapak. Bapak”. Bahagia sekali rasanya anak lelaki Bapak sudah bisa me-manggil2 Bapak, sudah bisa me-manggil2 Ibunya”. Bapak sangat senang bisa berbicara dengan kamu walaupun kamu mungkin tidak ingat dan tidak paham apa yang Bapak ucapkan ketika umurmu 4 atau 5 tahun. Tapi, percayalah. Bapak dan Ibumu bicara dengan kamu sangat banyak sekali. Kamulah penghibur kami setiap saat walaupun hanya dengan mendengar gelak tawamu. Saat kamu masuk SD, bapak masih ingat kamu selalu bercerita dengan Bapak ketika membonceng motor tentang apapun yang kamu lihat di kiri kananmu dalam perjalanan. Ayah mana yang tidak gembira melihat anaknya telah mengetahui banyak hal di luar rumahnya. Bapak jadi makin bersemangat bekerja keras mencari uang untuk biaya kamu ke sekolah, karena kamu lucu sekali dan menyenangkan. Bapak sangat mengiginkan kamu menjadi anak yang pandai dan taat beribadah. Masih ingat jugakah kamu, saat pertama kali kamu punya HP? Diam2 waktu itu Bapak menabung karena kasihan melihatmu belum punya HP sementara kawan-kawanmu sudah memiliki.
Ketika kamu masuk SMP kamu sudah mulai punya banyak kawan-kawan baru. Ketika pulang dari sekolah kamu langsung masuk kamar. Mungkin kamu lelah setelah mengayuh sepeda, begitu pikir Bapak. Kamu keluar kamar hanya pada waktu makan saja setelah itu masuk lagi dan keluarnya lagi ketika akan pergi bersama kawan-kawanmu. Kamu sudah mulai jarang bercerita dengan Bapak. Tahu2 kamu sudah mulai melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi lagi. Kamu mencari kami saat perlu2 saja serta membiarkan kami saat kamu tidak perlu.
Ketika mulai kuliah di luar kotapun sikap kamu sama saja dengan sebelumnya, jarang menghubungi kami kecuali disaat mendapatkan kesulitan. Sewaktu pulang liburanpun kamu sibuk dengan HP kamu, dengan laptop kamu, dengan internet kamu, dengan dunia kamu.
Bapak bertanya-tanya sendiri dalam hati, adakah kawan2mu itu lebih penting dari Bapak dan Ibumu? Adakah Bapak dan Ibumu ini cuma diperlukan saat nanti kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu? Adakah kami ibarat tabungan kamu saja? Kamu semakin jarang berbicara dengan Bapak lagi. Kalau pun bicara, dengan jari-jemari saja lewat sms, berjumpa tapi tak berkata-kata, berbicara tapi seperti tak bersuara, bertegur cuma waktu hari raya. Tanya sepatah kata, dijawab sepatah kata. Ditegur, kamu buang muka. Dimarahi, malah menjadi-jadi.

Malam ini, Bapak sebenarnya rindu sekali pada kamu. Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu, cuma Bapak sudah merasa terlalu tua, usia Bapak sudah diatas 60-an, kekuatan Bapak tidak sekuat dulu lagi. Bapak tidak minta banyak nak…! Kadang-kadang, bapak cuma mau kamu berada di sisi bapak, berbicara tentang hidup kamu, meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati kamu, menangis pada Bapak, mengadu pada Bapak, bercerita pada Bapak seperti saat kamu kecil dulu. Andaipun kamu sudah tidak punya waktu sama sekali berbicara dengan Bapak, jangan sampai kamu tidak punya waktu berbicara dengan TuhanMu. Jangan letakkan cintamu pada seseorang di dalam hati melebihi cintamu kepada TuhanMu. Mungkin kamu mengabaikan Bapak, namun jangan kamu sekali2 mengabaikan TuhanMu. Maafkan Bapak atas segalanya, maafkan Bapak atas curhat Bapak ini.”
Pemuda itu meneteskan air mata, terisak. Dalam hati terasa perih tidak terkira................... 
Bagaimana tidak? Sebab tulisan ayahandanya itu dibaca setelah 3 bulan beliau pergi untuk selama-lamanya.


Kesimpulan dari penulis.... Hormat kepada orang tua bukan hanya dalam hati. Tetapi juga empati tentang kebutuhan orang tua akan kasih serta apresiasi dari anak-anaknya yang terkasih. Pengaruh tehnologi dan internet memang luarbiasa. Tehnologi dan internet satu sisi sangat menolong manusia, namun disisi lain dapat merampas esensi manusia sebagai mahluk sosial dan sebagai hamba Allah yang dirancang untuk menjadi sesamanya. Untuk itu seiap orang mempergunakan segala sesuatu untuk kemuliaan Allah, Amin.




Kunci utk Menang

Shaĺom, Selamat pagi. Selamat menikmati pembebasan oleh kuasa Salib Kristus.  *Salib Kristus* adalah bentuk kemenangan nilai kristiani terha...