Mazmur 128:1-6
Anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun
sekeliling mejamu! (3b)
Arti anak
seperti tunas pohon zaitun sekeliling meja, adalah anak yang patuh. Mereka tertib dan
sempurna dibawah asuhan dan kendali orang tua. Anak tersebut selalu rindu menerima didikn
luhur orang tua sehingga menjadi pribadi yang berbudi.
Didikan yang luhur dan benar dari orang tua itu sangat menentukan. Sebab semakin maju zaman, godaan semakin merajalela. Aanak anak cenderung lebih perduli tontonan media dan lebih mendengar kata orang dari pada kata orang tua. Itulah sebabnya kita sering mendengar orangtua yang kecewa karena perilaku anaknya. Anak anak tersebut lebih memilih hanyut dalam gaya hidup yang mecelakakan. Merusak pikiran dan membinasakan masa depan sendiri. Sebaliknya, kita pun sering mendengar anak-anak yang kecewa kepada orang tua. Mereka tidak mendapatkan keteladanan dari orangtuanya. Mereka bingung. Perintah dan perbuatan sangat berseberangan. Akhirnya, nak-anakpun tidak lagi betah dirumah dan lebih memilih hidup bersama orang lain.
Didikan yang luhur dan benar dari orang tua itu sangat menentukan. Sebab semakin maju zaman, godaan semakin merajalela. Aanak anak cenderung lebih perduli tontonan media dan lebih mendengar kata orang dari pada kata orang tua. Itulah sebabnya kita sering mendengar orangtua yang kecewa karena perilaku anaknya. Anak anak tersebut lebih memilih hanyut dalam gaya hidup yang mecelakakan. Merusak pikiran dan membinasakan masa depan sendiri. Sebaliknya, kita pun sering mendengar anak-anak yang kecewa kepada orang tua. Mereka tidak mendapatkan keteladanan dari orangtuanya. Mereka bingung. Perintah dan perbuatan sangat berseberangan. Akhirnya, nak-anakpun tidak lagi betah dirumah dan lebih memilih hidup bersama orang lain.
Kedua permasalahan keluarga seperti itu merupakan
kasus-kasus yang sering kita dengar. Bahkan banyak dialami orang
percaya. Mengapa hal seperti itu dapat terjadi? Nats hari ini memberikan jawabannya. Ternyata sumber utamanya ialah karena persekutuan rohani hilang dari dalam keluarga. Kepala keluarga tidak
menjalankan fungsi keimamannya untuk membimbing keluarga. Mereka membuat alasannya masing-masing. Alasan alasan tersebut antara lain: “Aku sudah capek karena bekerja dari pagi sampai malam
hari” yang lain berkata “Aku sudah tak tertarik lagi dengan perkara rohani dan
tidak percaya lagi tentang makna kegiata rohani seperti itu. Urusan rumah dan mendidik anak adalah urusan ibu
rumah tangga”. Saudara, alasan alasan seperti itu Keliru !!!, ayat 4 dari nats ini menuliskan, laki-laki merupakan
kunci utama kebahagiaan dan keberkatan keluarga. Anak membutuhkan figur,
bimbingan. Dan anak mengharapkan itu datang dari ayahnya sendiri serta didukung oleh ibu yang
mengasuhnya sepanjang hari.
Seorang kepala keluarga memang harus bekerja sekeras mungkin. Dan berusaha mencapai karir
setinggi mungkin. Dan kalau mampu dan
dikenan Tuhan, mengumpulkan uang sebanyak mungkin. Tetapi dia juga harus berhasil sebagai ayah dan
sebagai kepala kelaurga. Alasan-alasan apapun yang mencoba menghambat perannya sebagai teladan harus disingkirkan. Setiap orang harus ingat, kebahagiaan hidup,
keberhasilan dalam karir dan pelayanan bermula dari keluarga. Keluarga yang
kondusif, harmonis, damai akan menghasilkan prinadi-pribadi yang antusias, bersemangat
juang tinggi dan kreatif. Pribadi yang berasal dari keluarga seperti itu akan menjadi pekerja keras, tuntas, tulus sekaligus kudus. Artinya, Jika seorang
pria berbahagia, isterinyapun berbahagia. Dan seisi rumah tangganyapun bahagia.
Bahkan saat keadaan terbatas sekalipun, kebahagiaan tersebut akan terus
melingkupi mereka.
Pemulihan bermula dari kepala keluarga. Artinya jika setiap kepala keluarga takut akan Tuhan, maka seluruh
anggota keluarga berbahagia. Dan jika seluruh anggota keluarga itu berbahagia,
maka lengkaplah sukacita keluarga tersebut. Keluarga yang takut akan Tuhan berarti setiap anggota keluarga mengambil keputusan
untuk sepakat memulai pembaharuan rohani keluarga. Bersama
Tuhan setiap hari, merupakan kualitas hidup idaman sepanjang zaman.AMIN