Keluaran 17:1-16
Adakah Tuhan ditengah-tengah kita atau tidak?
(ay 7c)
Setiap orang merindukan hdup yang aman dan nyaman.
Bahkan kita sering berdoa agar Tuhan menjauhkan pencobaan. Hal itu karena
secara natural manusia itu membutuhkan rasa aman, nyaman dan ingin menerima penghargaan.
Namun sebenarnya keadaan yang nyaman itu tidak menjamin pasti aman. Sebab jika kita melihat
dalam kehidupan sehari-hari, nyaman tidak selalu menjamin kepastian. Jalan yang
lapang, seringkali justru tingkat kecelakaannya lebih banyak dari jalan biasa
yang sempit dan berlubang. Mengapa demikian? Karena manusia cenderung akan
kehilangan kewaspadaan saat sekitarnya aman tanpa penghalang.
Pengalaman
yang sama diperlihatkan bangsa Israel. Setelah mengalami mujizat kelepasan dari
Mesir, kini mereka diperhadapkan dengan krisis demi krisis: dimulai dengan
krisis air, kemudian krisis pangan, krisis aman yang berakibat pula dengan
krisis iman. Krisis multi dimensi membuat mata mereka hanya tertuju kepada
permasalahan dan lupa terhadap perbuatan Allah yang gagah perkasa. Eforia kemenangan
saat Allah menyatakan kuasa-Nya sirna seketika. Rasa aman dan nyaman itu perlu
tetapi kuasa Allah agar berkemenangan saat tantangan datang, jauh lebih fundamental.
Sebab itu melalui renungan ini kita akan
menemukan sikap yang benar, awas dan menyenangkan Tuhan saat kita hidup aman
dan hidup nyaman.
Pertama, kita harus mengetahui, kehadiran
Tuhan itu tidak terukur akal. Kehidupan
yang pasti, dimulai dengan pemahaman yang mendasar tentang TUHAN. Nats,
renungan hari ini memberi kita gambaran betapa perlunya memahami bentuk didikan
TUHAN. Tuhan mendidik umat-Nya dengan berbagai-bagai cara, unik dan tersembunyi.
Pemahaman ini sangat perlu supaya kita tetap bertekun dalam segala keadaan. Orang Amalek
yang kuat dan besar, ternyata bukan ancaman yang potensial untuk menggagalkan
perjalanan mereka. Sebaliknya Orang Amalek dirancang Tuhan menjadi pelajaran baru untuk Israel menghadapi
ancaman atau tantangan yang jauh lebih besar. (ayat 11-12) Orang Israel menyangka,
orang Amalek datang karena Tuhan sudah tidak beserta mereka. Orang Israel tidak
sanggup melihat didikan Tuhan dibalik kehadiran orang Amalek. Sikap orang saat
menghadapi badai hidup sangat erat kaitannya dari pemahaman diri sebagai manusia ilahi.
Kedua,
mengikut Tuhan itu melibatkan tubuh,
jiwa dan roh. Didalam I Tes 5:23 dituliskan, Semoga Allah damai sejahtera
menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh jiwa dan tubuhmu terpelihara
sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus Tuhan kita. Dalam
nats tersebut Rasul Paulus menekankan tentang natur manusia yang terdiri dari
tubuh, jiwa dan roh. Manusia bukan hanya terdiri dari daging, tetapi juga
terdiri dari jiwa dan roh. Ada beberapa pelajaran dari nats ini, yaitu: Orang akan
tetap tenang disegala keadaan jika kebutuhan tubuh, jiwa dan rohnya terpenuhi. Makanan, hiburan dan persekutuan dengan
Pencipta merupakan sebuah keutuhan. Selanjutnya Paulus berharap, setiap jemaat
Tuhan sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan dengan melibatkan tiga unsur manusia
untuk dikuduskan dengan firman sehingga setiap
pribadi teguh tidak tergoyahkan. Manusia bukan hanya tubuh saja,
dan bukan pula terdiri dari jiwa saja tetapi juga dengan roh. “Allah itu Roh
dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembahNya dalam roh dan kebenaran!”
(Yoh 2:24). Menyembah Tuhan itu harus melibatkan roh, jiwa dan tubuh. Beribadah
dengan roh berarti, ibadah harus mengalir kearah yg Tuhan kehendaki, focus ibadah
hanya kepada Tuhan bukan kepada orang yang berdiri diatas mimbar. Tubuh harus berposisi
menyembah artinya, dalam bermazmur dan menyanyi hanya untuk Tuhan. Saat mendengar
firman hati tunduk dan saat membuka dan membaca Alkitab harus hormat. Menyembah dengan jiwa
berarti, pikiran ditaklukkan, perasaan disegarkan dan kehendak kita diselaraskan dengan kehendak-Nya.
Orang Kristen yang berkemenangan adalah orang yang
kuat. Dan kekuatan kristiani akan sempurna jika kebutuhan natural manusia seimbang.
Orientasi hidup harus focus kepada sebuah
Pribadi yaitu Tuhan Yesus Kristus, bukan focus kepada sesuatu. Dengan
demikian kita menjadi orang Kristen yang awas pada saat nyaman, serta tenang berpengharapan
saat mengalami hambatan.
Hidup yang pasti harus dimulai bersama dengan TUHAN,
dijalani dengan TUHAN dan berorientasi untuk kemuliaan nama TUHAN. Badai kehidupan boleh datang, pencobaan berat
bisa menghadang, tetapi kita akan sanggup mengatasinya dengan kekuatan-Nya yang tak
pernah berkesudahan. Ingatlah, Tuhan selalu ada ditengah-tengah kita. Dia tak
pernah meninggalkan kita. Kita sendiri yang sering melupakan-Nya. Amin.