Lalu berkatalah yang seorang kepada yang lain :
“Tidak patut yang kita lakukan ini, hari ini adalah hari yang baik, tetapi kita
ini tinggal diam saja.” (ayat 9)
Situasi ekonomi Indonesia yang terpuruk saat ini, dapat menjadi
ancaman persekutuan gerejawi. Individualisme bisa menjadi pilihan, mementingkan
diri sendiri akan menjadi fenomena. Kesetia-kawanan sebagai umat akan semakin
pudar dan kebersamaan sesame warga
jemaat semakin terancam. Bagaimana kita harus bersikap? Renungan hari ini dapat
kita buat menjadi acuan sekaligus pilihan yg menuntun kita menentukan sikap.
Di dalam nats hari ini dikatakan, Samaria sedang mengalami krisis pangan
yang dahsyat. Satu per satu mahluk hidup, kelaparan dan mati. Bahkan seorang
ibu harus mengadukan teman yang ikut memakan daging anaknya karena tidak
memberi anaknya untuk mereka makan (II Raja-Raja 6:28-29). Dalam situasi kritis
tersebut kita menemukan sikap dan tindakan luhur. Empat orang kusta yang terusir
dan sengsara dan terkutuk secara teologis dan secara sosial tersebut justeru
menunjukkan keteladanan sebagai orang percaya sejati (ayat 3), Perbuatan apakah
yang mereka lakukan sehingga kita menyebut mereka sebagai orang percaya sejati?
Pertama, mereka bertindak sesuai dengan iman,
Sadar bahwa ransum dari keluarga tidak mungkin lagi
diharapkan, keempat orang kusta itu berkata: “dari pada mati dengan
mengharapkan yang tidak ada, lebih baik mati dalam berusaha.” Mereka merapatkan
barisan, mengeratkan kebersamaan, membulatkan tekad dan membuang rasa takut,
dan bergerak menuju sasaran. Mereka
bertindak dan maju menuju lumbung berkat, dan suksespun tergapai gemilang,
dahsyat!! (ayat 4-7) Bagi setiap orang percaya yang memiliki
tekad dan kemauan serta hidup dalam kebersamaan, masalah pasti berubah menjadi peluang, haleluya….!!(Yesaya
41:10)
Kedua, mereka rela berbagi (ay 9)
Dari orang yang kelaparan kini menjadi kenyang.
Dari orang yang kekurangan dan sangat miskin, mereka kini menjadi kaya,
haleluya…..!! Dan didalam kelimpahannya mereka bertindak luhur. Mereka sadar bahwa yang mereka miliki adalah karena
kerja keras dan keberanian mereka. Mereka layak bermegah dan menikmatinya
sesuka sendiri. Namun hal itu tidak mereka lakukan. Justeru hal itu mereka buat menjadi alasan
untuk berbagi. Mereka menyadari peranan Tuhan sangat menentukan dibalik
keberhasilan bukan hanya karena usaha
mereka semata. Mereka membuang kepentingan diri sendiri dan memikirkan saudara
mereka yg dilanda kelaparan (band dgn Gal 6:9-10).
Mereka berkata marilah kita berbagi kepada teman
sebangsa kita, dan mereka melakukannya. Mereka menepati kesepakatan yang mereka
janjikan.
Ketiga, pengampunan yg tulus (10-11)
Kepada siapa mereka berbagi? Kepada orang-orang yang
mengusir dan yang menghina mereka. Inilah esensi orang beriman. Dan ini pula
wujud pengampunan sejati sekaligus karakter Kristen sejati.
Disisihkan dari lingkungan social, diusir dari kampung halaman, merupakan
sebuah pengalaman yang menyakitkan. Hak hidup berkomunitas dan hak
bersosialisasi hilang, tetapi mereka membuka pintu maaf, dan dilakukan dengan
tulus. Mereka yang teraniaya menjadi berkat besar, luar biasa !! Mereka berkata,
“ marilah kita berbagi kepada teman sebangsa kita”, dan mereka melakukannya. Inilah
nilai khas iman kristiani (Lukas 6:27-36).
Setiap pencapaian membutuhkan perjuangan berat. Pikiran,
tenaga dan waktu dicurahkan. Namun olehnya seringkali membuat manusia menjadi
lupa peranan Tuhan. Dan lupa melakukan panggilannya sebagai orang Kristen,
yakni menjadi saluran berkat bagi sesame dan buat pekerjaan Tuhan. Dalam
renungan hari ini dikatakan dalam ayat 9: hari ini adalah hari baik. Artinya, kita harus selalu mengingat bahwa
setiap keberhasilan adalah dari Tuhan, dan kita harus pakai memuliakan Nama
Tuhan. Kiranya melalui keteladanan keempat orang kusta ini, kita akan
semakin termotivasi untuk terus memelihara kebersamaan, melepaskan pengampunan
sekaligus menunjukkan keperdulian. Itulah Kristen Kanaan, Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar